Selasa, 06 November 2018

Strategi dan Motivasi dalam Perencanaan Pajak





Strategi dan Motvasi dalam Perencanaan Pajak




Mata Kuliah : Manajemen Perpajakan
Dosen Pengampu : Diyah Probowulan, SE., MM


Disusun Oleh:
1.      Dewi Nurma Sari
2.      Deasy Brilliana Novita Sari
3.      Nur Siti Al-Munawaroh
4.      Aisah Visundah Ningsih



Program Studi Akuntansi UM Jember Angkatan 2016






Strategi dan Motivasi dalam Perencanaan Pajak
1.      Strategi dalam Perencanaan Pajak
  1. Tax Saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5%-25% untuk penghasilan karyawan sampai dengan Rp. 200 juta.
  1. Tax Avoidance
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.
  1. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa:
        Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan;
        Sanksi pidana: pidana atau kurungan.


  1. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
  1. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajakdibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai.
2.      Motivasi dalam Perencanaan Pajak
            Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak. Ada 3 (tiga) unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak:
a.       Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)
     Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Terdapat faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu:
·         Pajak yang akan dipungut
·         Siapa yang akan dijadikan subjek pajak
·         Apa saja yang merupakan objek pajak
·         Berapa besarnya tarif pajak
·         Bagaimana prosedurnya
·         Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
     Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan DIrektur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya.
b.      Administrasi Perpajakan (Tax Administration)
     Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan:
·     Perbedaan tarif pajak (Tax Rates)
·     Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax Base)
·     Loopholes (celah)
·     Shelters ( berlindung)
c.       Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
     Kita menyadari bahwa kenyataannya di mana pun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapa itujuan lain yang ingin dicapainya.
Berikut dasar hukum pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A
2.      Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
3.      Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
4.      Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
5.      Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
6.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
7.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
8.      Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

Contoh Kasus
            Pada kasus ini tidak dijelaskan apakah jenis badan usaha dari Aladin, namun seperti yang sudah penulis jelaskan pada teori pendukung, apabila sesuatu sudah memenuhi sebagai subjek pajak dan memiliki objek pajak dapat disebut Wajib Pajak. Sehingga dalam kasus ini Aladin merupakan Wajib Pajak.
            Dari definisi dalam teori pendukung yang tertera, membuktikan bahwa Perusahaan Aladin ialah termasuk Wajib Pajak yang Berstatus Cabang karena di kasus dijelaskan bahwa pendiri perusahaan ini berniat untuk membuka kantor perwakilan/cabang di kota sekitar perusahaan induk. Dalam perencanaan pajak, apabila Aladin berkeinginan untuk memperluas usahanya dengan membuka cabang, ada baiknya Aladin mengetahui atau membandingan manakah bentuk usaha yang cocok guna membantu dalam efisiensi pajak. Aladin harus mengetahui beberapa faktor pajak yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha, antara lain sebagai berikut:
  1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
  2. Pengenaan pajak penghasilan berganda, baik atas laba bruto maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (deviden) kepada para pemegang saham.
  3. Kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan.
  4. Adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentu usaha tertentu.
  5. Kemungkinan pengujian perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas penghasilan personal holding company dan seterusnya.
  6. Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit dan/atau payment in kind.
            Aladin juga dapat membandingkan dengan melihat ciri-ciri dari bentuk usaha. Karena Aladin merupakan perusahaan bidang dagang, kali ini penulis menganjurkan untuk membandingkan antara Perserikatan Komanditer (CV) dengan Perseroan Terbatas (PT).


CV
PT
Ciri-Ciri
·         Sulit untuk menarik modal yang telah disetor
·         Modal umumya lebih besar dibandingkan usaha perorangan karena berasal dari beberapa orang/pihak
·         Lebih mudah mendapatkan kredit pijaman
·         Anggota aktif memiliki tanggungjawab tidak terbatas sedangkan anggota pasif sifatnya mengharapkan keuntungan.
·         Relative mudah didirikan
·         Kelangsungan hidup perusahaan CV tidak menentu/terbatas.
·         Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
·         Modal dan ukuran perusahaan besar
·         Terdapat pemisahan yang tegas antara PT dengan pemilik
·         Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
·         Kepemilikan mudah berpindah tangan
·         Keuntungan usaha dikenai pajak di PT sebagai WP Badan, sedangkan keuntungan PT setelah dipotong pajak yang dibagikan kepada pemegang saham (perorangan) dalam bentuk dividen akan dikenai pajak. Dengan demikian terjadi pengenaan berganda (double taxation)
·         Sulit untuk membubarkan PT, karena merupakan badan hukum (legal)

            Dapat terlihat bahwa apabila Aladin memilih PT, Kemungkinan Aladin akan menemukan pengenaan ganda dalam pajaknya karna selain dikenakan pph badan, dalam PT terdapat penganaan pajak untuk dividen. Sehingga bentuk usaha CV lebih simple dan efektif.
            Selanjutnya, Aladin dapat mengajukan Persyaratan dan prosedur Pengajuan NPWP Cabang seperti yang telah ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP). Namun apabila perusahaan pusat dan cabang perusahaan Aladin berada dalam satu wilayah KPP yang sama, maka NPWP pun cukup milik pusat saja karena memakai PKP pusat. Dan seperti yang telah dipaparkan dalam teori pendukung diatas, perusahaan aladin dapat menjalankan kewajiban dari wajib pajak berstatus cabang.
            Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah untuk pembangunan gedung cabang, harus diperhatikan apakah lebih baik bangun sendiri, beli lansung atau leasing. Karna pembangunan gedung baru akan dikenakan pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Selanjutnya, perusahaan aladin juga harus memastikan tarif pajak di tiap-tiap daerah. Jangan hanya karna di satu daerah pajaknya lebih kecil dari daerah lain tapi akses operasional untuk pengiriman produknya lebih besar. Hal itu akan sia-sia.




Daftar Pustaka




Strategi dan Motivasi dalam Perencanaan Pajak

Strategi dan Motvasi dalam Perencanaan Pajak Mata Kuliah : Manajemen Perpajakan Dosen Pengampu : Diyah Probowulan, SE., MM ...