Strategi dan Motvasi dalam Perencanaan Pajak
Mata Kuliah : Manajemen
Perpajakan
Dosen Pengampu : Diyah Probowulan, SE., MM
Disusun Oleh:
1.
Dewi Nurma Sari
2.
Deasy Brilliana Novita Sari
3.
Nur Siti Al-Munawaroh
4.
Aisah Visundah Ningsih
Program Studi Akuntansi UM Jember Angkatan 2016
Strategi
dan Motivasi dalam Perencanaan Pajak
1. Strategi dalam Perencanaan Pajak
- Tax Saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui
pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.Misalnya, perusahaan
yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan
perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5%-25% untuk penghasilan
karyawan sampai dengan Rp. 200 juta.
- Tax Avoidance
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak
dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek
pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah
tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura
bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.
- Menghindari
Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku,
perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa:
–
Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan;
–
Sanksi pidana: pidana atau kurungan.
- Menunda Pembayaran
Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar
peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN.
Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga
batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal
ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah
bulan penyerahan barang.
- Mengoptimalkan
Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi
mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajakdibayar
dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan Fiskal
Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai.
2. Motivasi dalam Perencanaan Pajak
Motivasi
yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak. Ada 3 (tiga) unsur
perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak:
a. Kebijaksanaan
Perpajakan (Tax Policy)
Kebijakan
perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam
sistem perpajakan. Terdapat faktor yang mendorong dilakukannya suatu
perencanaan pajak, yaitu:
·
Pajak yang akan dipungut
·
Siapa yang akan dijadikan subjek pajak
·
Apa saja yang merupakan objek pajak
·
Berapa besarnya tarif pajak
·
Bagaimana prosedurnya
·
Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
Kita
menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur
setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti
oleh ketentuan-ketentuan lain(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan dan DIrektur Jendral Pajak), maka tidak jarang
ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri
karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai
tujuan lain yang ingin dicapainya.
b. Administrasi
Perpajakan (Tax Administration)
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak
adalah memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi
dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk
melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan
peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat
oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara
ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu)
dengan memanfaatkan:
· Perbedaan
tarif pajak (Tax Rates)
· Perbedaan
perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax Base)
· Loopholes (celah)
· Shelters ( berlindung)
c. Undang-undang
Perpajakan (Tax Law)
Kita
menyadari bahwa kenyataannya di mana pun tidak ada undang-undang yang mengatur
setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti
oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang
ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri
karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapa
itujuan lain yang ingin dicapainya.
Berikut dasar hukum pajak yang berlaku di Indonesia,
yaitu sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A
2. Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2000
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
4.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
5.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
6.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
7.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
8.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Contoh Kasus
Pada kasus ini tidak dijelaskan
apakah jenis badan usaha dari Aladin, namun seperti yang sudah penulis jelaskan
pada teori pendukung, apabila sesuatu sudah memenuhi sebagai subjek pajak dan
memiliki objek pajak dapat disebut Wajib Pajak. Sehingga dalam kasus ini Aladin
merupakan Wajib Pajak.
Dari definisi dalam teori pendukung
yang tertera, membuktikan bahwa Perusahaan Aladin ialah termasuk Wajib Pajak
yang Berstatus Cabang karena di kasus dijelaskan bahwa pendiri perusahaan ini
berniat untuk membuka kantor perwakilan/cabang di kota sekitar perusahaan
induk. Dalam perencanaan pajak, apabila Aladin berkeinginan untuk memperluas
usahanya dengan membuka cabang, ada baiknya Aladin mengetahui atau membandingan
manakah bentuk usaha yang cocok guna membantu dalam efisiensi pajak. Aladin
harus mengetahui beberapa faktor pajak yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan bentuk usaha, antara lain sebagai berikut:
- Bagaimana hubungan
antara tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak badan termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal
itu.
- Pengenaan pajak
penghasilan berganda, baik atas laba bruto maupun penghasilan dari
pembagian keuntungan (deviden) kepada para pemegang saham.
- Kesempatan untuk
dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada
tarif pajak penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan.
- Adanya ketentuan-ketentuan
mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit
investasi yang berlaku bagi bentu usaha tertentu.
- Kemungkinan
pengujian perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas
penghasilan personal holding company dan seterusnya.
- Liberalisasi
ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit dan/atau payment in kind.
Aladin juga dapat membandingkan
dengan melihat ciri-ciri dari bentuk usaha. Karena Aladin merupakan perusahaan
bidang dagang, kali ini penulis menganjurkan untuk membandingkan antara
Perserikatan Komanditer (CV) dengan Perseroan Terbatas (PT).
CV
|
PT
|
|
Ciri-Ciri
|
·
Sulit untuk menarik modal yang telah disetor
·
Modal umumya lebih besar dibandingkan usaha
perorangan karena berasal dari beberapa orang/pihak
·
Lebih mudah mendapatkan kredit pijaman
·
Anggota aktif memiliki tanggungjawab tidak terbatas
sedangkan anggota pasif sifatnya mengharapkan keuntungan.
·
Relative mudah didirikan
·
Kelangsungan hidup perusahaan CV tidak
menentu/terbatas.
|
·
Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta
pribadi
·
Modal dan ukuran perusahaan besar
·
Terdapat pemisahan yang tegas antara PT dengan
pemilik
·
Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian
saham
·
Kepemilikan mudah berpindah tangan
·
Keuntungan usaha dikenai pajak di PT sebagai WP
Badan, sedangkan keuntungan PT setelah dipotong pajak yang dibagikan kepada
pemegang saham (perorangan) dalam bentuk dividen akan dikenai pajak. Dengan
demikian terjadi pengenaan berganda (double taxation)
·
Sulit untuk membubarkan PT, karena merupakan badan
hukum (legal)
|
Dapat terlihat bahwa apabila Aladin
memilih PT, Kemungkinan Aladin akan menemukan pengenaan ganda dalam pajaknya
karna selain dikenakan pph badan, dalam PT terdapat penganaan pajak untuk
dividen. Sehingga bentuk usaha CV lebih simple dan efektif.
Selanjutnya, Aladin dapat mengajukan
Persyaratan dan prosedur Pengajuan NPWP Cabang seperti yang telah ditegaskan
pada pasal 2 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
(UU KUP). Namun apabila perusahaan pusat dan cabang perusahaan Aladin berada
dalam satu wilayah KPP yang sama, maka NPWP pun cukup milik pusat saja karena
memakai PKP pusat. Dan seperti yang telah dipaparkan dalam teori pendukung
diatas, perusahaan aladin dapat menjalankan kewajiban dari wajib pajak
berstatus cabang.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan
adalah untuk pembangunan gedung cabang, harus diperhatikan apakah lebih baik
bangun sendiri, beli lansung atau leasing. Karna pembangunan gedung baru akan
dikenakan pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Selanjutnya, perusahaan
aladin juga harus memastikan tarif pajak di tiap-tiap daerah. Jangan hanya
karna di satu daerah pajaknya lebih kecil dari daerah lain tapi akses
operasional untuk pengiriman produknya lebih besar. Hal itu akan sia-sia.
Daftar
Pustaka