Selasa, 06 November 2018

Strategi dan Motivasi dalam Perencanaan Pajak





Strategi dan Motvasi dalam Perencanaan Pajak




Mata Kuliah : Manajemen Perpajakan
Dosen Pengampu : Diyah Probowulan, SE., MM


Disusun Oleh:
1.      Dewi Nurma Sari
2.      Deasy Brilliana Novita Sari
3.      Nur Siti Al-Munawaroh
4.      Aisah Visundah Ningsih



Program Studi Akuntansi UM Jember Angkatan 2016






Strategi dan Motivasi dalam Perencanaan Pajak
1.      Strategi dalam Perencanaan Pajak
  1. Tax Saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5%-25% untuk penghasilan karyawan sampai dengan Rp. 200 juta.
  1. Tax Avoidance
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.
  1. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa:
        Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan;
        Sanksi pidana: pidana atau kurungan.


  1. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
  1. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajakdibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai.
2.      Motivasi dalam Perencanaan Pajak
            Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak. Ada 3 (tiga) unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak:
a.       Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)
     Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Terdapat faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu:
·         Pajak yang akan dipungut
·         Siapa yang akan dijadikan subjek pajak
·         Apa saja yang merupakan objek pajak
·         Berapa besarnya tarif pajak
·         Bagaimana prosedurnya
·         Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
     Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan DIrektur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya.
b.      Administrasi Perpajakan (Tax Administration)
     Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan:
·     Perbedaan tarif pajak (Tax Rates)
·     Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax Base)
·     Loopholes (celah)
·     Shelters ( berlindung)
c.       Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
     Kita menyadari bahwa kenyataannya di mana pun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapa itujuan lain yang ingin dicapainya.
Berikut dasar hukum pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A
2.      Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
3.      Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
4.      Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
5.      Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
6.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
7.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
8.      Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

Contoh Kasus
            Pada kasus ini tidak dijelaskan apakah jenis badan usaha dari Aladin, namun seperti yang sudah penulis jelaskan pada teori pendukung, apabila sesuatu sudah memenuhi sebagai subjek pajak dan memiliki objek pajak dapat disebut Wajib Pajak. Sehingga dalam kasus ini Aladin merupakan Wajib Pajak.
            Dari definisi dalam teori pendukung yang tertera, membuktikan bahwa Perusahaan Aladin ialah termasuk Wajib Pajak yang Berstatus Cabang karena di kasus dijelaskan bahwa pendiri perusahaan ini berniat untuk membuka kantor perwakilan/cabang di kota sekitar perusahaan induk. Dalam perencanaan pajak, apabila Aladin berkeinginan untuk memperluas usahanya dengan membuka cabang, ada baiknya Aladin mengetahui atau membandingan manakah bentuk usaha yang cocok guna membantu dalam efisiensi pajak. Aladin harus mengetahui beberapa faktor pajak yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha, antara lain sebagai berikut:
  1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
  2. Pengenaan pajak penghasilan berganda, baik atas laba bruto maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (deviden) kepada para pemegang saham.
  3. Kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan.
  4. Adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentu usaha tertentu.
  5. Kemungkinan pengujian perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas penghasilan personal holding company dan seterusnya.
  6. Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit dan/atau payment in kind.
            Aladin juga dapat membandingkan dengan melihat ciri-ciri dari bentuk usaha. Karena Aladin merupakan perusahaan bidang dagang, kali ini penulis menganjurkan untuk membandingkan antara Perserikatan Komanditer (CV) dengan Perseroan Terbatas (PT).


CV
PT
Ciri-Ciri
·         Sulit untuk menarik modal yang telah disetor
·         Modal umumya lebih besar dibandingkan usaha perorangan karena berasal dari beberapa orang/pihak
·         Lebih mudah mendapatkan kredit pijaman
·         Anggota aktif memiliki tanggungjawab tidak terbatas sedangkan anggota pasif sifatnya mengharapkan keuntungan.
·         Relative mudah didirikan
·         Kelangsungan hidup perusahaan CV tidak menentu/terbatas.
·         Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
·         Modal dan ukuran perusahaan besar
·         Terdapat pemisahan yang tegas antara PT dengan pemilik
·         Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
·         Kepemilikan mudah berpindah tangan
·         Keuntungan usaha dikenai pajak di PT sebagai WP Badan, sedangkan keuntungan PT setelah dipotong pajak yang dibagikan kepada pemegang saham (perorangan) dalam bentuk dividen akan dikenai pajak. Dengan demikian terjadi pengenaan berganda (double taxation)
·         Sulit untuk membubarkan PT, karena merupakan badan hukum (legal)

            Dapat terlihat bahwa apabila Aladin memilih PT, Kemungkinan Aladin akan menemukan pengenaan ganda dalam pajaknya karna selain dikenakan pph badan, dalam PT terdapat penganaan pajak untuk dividen. Sehingga bentuk usaha CV lebih simple dan efektif.
            Selanjutnya, Aladin dapat mengajukan Persyaratan dan prosedur Pengajuan NPWP Cabang seperti yang telah ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP). Namun apabila perusahaan pusat dan cabang perusahaan Aladin berada dalam satu wilayah KPP yang sama, maka NPWP pun cukup milik pusat saja karena memakai PKP pusat. Dan seperti yang telah dipaparkan dalam teori pendukung diatas, perusahaan aladin dapat menjalankan kewajiban dari wajib pajak berstatus cabang.
            Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah untuk pembangunan gedung cabang, harus diperhatikan apakah lebih baik bangun sendiri, beli lansung atau leasing. Karna pembangunan gedung baru akan dikenakan pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Selanjutnya, perusahaan aladin juga harus memastikan tarif pajak di tiap-tiap daerah. Jangan hanya karna di satu daerah pajaknya lebih kecil dari daerah lain tapi akses operasional untuk pengiriman produknya lebih besar. Hal itu akan sia-sia.




Daftar Pustaka




Jumat, 12 Oktober 2018

BENTUK PERUSAHAAN SYARIAH DAN LANDASAN AKAD


BENTUK PERUSAHAAN SYARIAH DAN LANDASAN AKAD

  TEORI

Perusahan atau yang biasa disebut sebagai perseroan adalah sebuah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha bisnis dengan tujuan profit ( keuntungan).
Menurut Syara an-Nabhani bahwa perseroan adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan. Transaksi perseroan tersebut mengharuskan adanya ijab dan qabul sebagaimana yang dilakukan dalam transakasi lainnya di mana salah satu di antara mereka mengajak yang lain untuk mengadakan kerjasama dalam satu masalah, sehingga kesepakatan tersebut belum cukup hanya dengan kesepakatan untuk melakukan peseroan saja, tetapi harus mengandung makna bekerjasama dalam satu urusan.

Adapun aturan fiqh menetapkan bahwa bagi seorang muslim bila hendak melakukan kerjasama bisnis dengan orang lain, baik orang lain tersebut muslim atau non-muslim hendaknya memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut:
Rukun:
a. Dua belah pihak yang berakad.
b. Objek bisnis
c. Akad/ ijab kabul.
Syarat:
a.       Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
b.      Tempat penyerahan harus jelas kerena akan berdampak pada biaya transportasi.
c.       Barang yang ditransaksikan harus sepunuhnya dalam kepemilikan.

Akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Sering kerjasama bisnis melanggar kesepakatan/perjajian yang telah dilakukan apabila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif.
Bila dua pihak (dua orang atau lebih) tersebut telah memenuhi syarat dan rukun sebelum menjalankan bisnis bersama-sama. Maka kerjasama bisnis dalam islam pada dasarnya telah memenuhi,sehingga otomotif mereka telah membangun sebuah perusahaan (perseroan islam) dengan bentuk yang mereka sepakati diawal.
Adapun yang mengenai syarat sah dan tindaknya transksi perseroan sangat tergantung pada sesuatu yang ditransaksikan. Yaitu harus sesuai hal yang bisa dikelola ini harus sesuatu yang bisa diwakilkan sehingga mengikat pihak yang melakukan perseroan.

Bentuk perusahaan islam:
1.      Perseroan mudharabah
Mudharabah yaitu sebuah bentuk kerjasama (syirkah) antara dua pihak dimana salah satu pihak berstatus sebagai pengelola (mudharib) dan lainnya sebagai pemodal (shaibul mal) dimana mereka bersepakat dalam hal pisnis dan pembagian keuntungan, sedangkan kerugian hanya dibebankan pada pemilik modal saja dan tidak pada pengelola.
2.      Perseroan inan
Perseroan inan adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dimana masing-masing pihak berstatus sebagai pengelola sekaligus pemodal. Disebut inan karena kedua belah pihak sama-sama terlibat mengelola harta mereka.
3.      Perseroan abdan
Perseroan abdan adalah bentuk kerjasama anatara dua orang atau lebih dimana masing-masing pihak berstatus sebagai pengelola, namun masing-masing pihak juga tidak menyertakan modal mereka secara material.
4.      Perseroan wujuh
Bahwa perusahaan wujuh dibentuk karena kedudukannya nama baik dan kepercayaan masyarakat trerhadap masing-masing pelaku bisnis tersebut.
5.      Perseroan mufawadhah
Perseroan mufawadhah adalah kerjasama dua  mitra bisnis sebagai gabungan dari semua bentuk-bentuk perusahaan islam antarah mudharabah, inan, abdan dan wujuh.

     Perseroan islam juga mencerminkan keadilan baik bagi pemilik modal maupun bagi pengelola, atau bagi pihak-pihak lain dari luar perseroan yang memiliki hak (piutang atau kontrak) atas perseroan tersebut. Syirkah dalam islam dalah akad antara dua orang atau lebih yang besepakat untuk melakukan aktifitas yang bersifat finansial dengan maksud mendapatkan laba. Didalam akad harus ada dua pihak yakni pihak yang menyatakan ijab (ajakan) dan pihak yang menyatakn qabul (penerimaan/persatuan). Sementara itu di dalam akad PT (Perseroan Terbatas) yang terjadi adlah kehendak sepihak (iradah munfaridah).
Akad adalah kesepakatan yang harus ada sebelum perusahaan dijalankan. Baik kesepakaan siapa saja orang yang menjadi pemodal dan pengelola, dan juga kesepakatan kebijakan dan arah laju perusahaan, dalam arti bahwa perusahaan tersebut akan dibawa kemana, maupun kesepakatan dalam pembagian hasil keuntungan usaha perusahaan. 

Akad yang merupakan akad bagi hasil, dimana pengelola tidak ikut menyertakan modal, tetapi tenaga keahlian. Apabila terjadi kerugian karna proses normal dari usaha dan bukan karena kelalaian pengelola kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Adapun akad yang digunakan syariah dalam bentuk akad pola lainnya sebagai berikut:
a.       Wakalah
Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad itu seseorang menujuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasharruf). Pelaku akad muwakil (pemberian kuasa) dan wakil (penerima kuasa). Pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
b.      Kafalah
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penaggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Pelaku akad yaitu kafil (penanggung) adalah pihak yang menjamin. Dan makful (ditanggung) dan pihak yang dijamin, objek akad, makfu alaih, lalu sighah yaitu ijab dan qabul.
c.       Hawalah
Hawalah adalah pengalihan penagihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang menanggung hutang tersebut. Pelaku akad yaitu muhal adalah pihak yang berhutang, muhil orang yang memiliki piutang dan pihak pengambilan hutang.
d.      Rahn
Rahn merupakan perjanjian barang untuk menjadi agunan dari fasilitas pembayaran yang diberikan. Pelaku akad yaitu rahim ( menyeranhkan barang) murtahin (menerima barang).[4]


Akad yang dilakukan antara perserta dengan perusahaan asuransi terdiri atas akad tijaroh (mudharabah) dan akad tabarru (hibah). Dalam akad sekurang-kurangnya harus disebutkan: hak dan kewajiban perserta dan perusahaan, cara dan waktu pembayaran premi. Kedudukan para pihak diantaranya adalah:
-        Akad Tijaroh (mudharobah)
Akad Tijaroh adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelolah) dan perserta bertindak sebagai shaibul maal atau sebagai pemegang polis.
-        Akad Tabarru (hibah)
Akad Tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Perserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong perserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan sebagai pengelola dana hibah.


DAFTAR PUSTAKA

Ascarya,  Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011) hal. 76-110

Rabu, 10 Oktober 2018

PRINSIP DASAR KEUANGAN SYARIAH


A.      PEMBAHASAN (TEORI)
Praktik sistem keuangan syariah telah dilakukan sejak zaman kejayaan Islalm. Namun seiring melemahnya sistem khalifah, pada akhir abad ke -19, Dinasti Ottotoman memperkenalkan sistem perbankan barat kepada dunia Islam. Hal ini mendapatkan kritikan dari para ahli fikih bahwa sistem tersebut menyalahi aturan syariah mengenai riba, dan berujung pada keruntuhan kekhalifahan Islam 1924.
Sistem keuangan syariah bukan hanya mengenai larangan riba yang juga telah dilarang pada agama samawi seperti di agama Yahudi dan Kristen. Sistem ini juga mengatur mengenai larangan tindakan penipuan, pelarangan tindakan spekulasi, larangan suap, larangan transaksi yang melibatakan barang haram, larangan menimbun barang ( ihtikar ), dan larangan monopoli.
Filosofi sistem keuangan syariah "bebas bunga" (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi antara faktor produksi dan perilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur etika, moral, sosial, dan dimensi keagamaan untuk meniingkatkan pemerataan keadilan menuju masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh.



dalam agama Islam, kita tentu tidak boleh meninggalkan kunci penyangga kehidupan atau pilar islam. Dalam Islam, terdapat tiga pilar sebagai kunci dalam melakukan segala aktivitas, diantaranya: akidah (keyakinan), syariah (hukum), dan akhlaq (budi pekerti) sebagaimana akan dijelaskan pada gambar berikut



Islam adalah suatu agama yang praktis ,mengajarkan segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia. Islam adalah agama fitrah, yang sesusai dengan sifat dasar manusia (human nature).Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan 2 ajaran al-quran :
1. Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekrja sama antara angggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaiman  dinyatakan dalam Al-quran.
2. Menghindari Al-iktinaz, yaitu menahan uang ( dana) dan membiarknya menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum.

Prinsip-prinsip dasar dari sistem keuangan syariah :
1.      Tauhid illahiyah
Sistem perekonomian syariah adalah sisistem berbaris aturan yang  berlandaskan hukum islam ( Allah), dikenal sebagai syariat, syariat terdiri dari aturan- aturan konstitutif dan regulatif yang mengatur setiap muslim secara individu maupun kelompok. Sumber hukum dalam Islam adalah Al-Quran dan Hadis yang memiliki peran penting dalam islam dan kehidupan muslim. Al-quran mencangkup semua aturan konstitutifsebagai pentunjuk bagi umat manusia. Segala kegiatan muslim hanya harus bertujuan untuk ibadah kepada allah.

2.      Kemaslahatan
Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik. Manfaat yang didapat dari transaksi tersebut tidak hanya difokuskan pada pemegang saham , akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanyan sutau kegiatan ekonomi.
Landasan filosofi dari sisitem keuangan syariah melampaui interaksi faktor-faktor produksi dan prilaku ekonomi. Sistem syariah menitikberatkan pada dimensi etik , moral, sosial, dan keagamaan yang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraaan dan keadialan bagi kebaikan masyarakat secara keseluruhan.
3.      Keadilan
Untuk menjamin adanya keadilan, sistem syariah menyediakn sebuah jaringan aturan  etika dan moral untuk semua yang berpatisipasi dalam pasar dan menyediaan norma-norma serta aturan-aturan tersebut dipahami dan ditaati oleh semua.
Pasar mengacu pada adanya faktor-faktor yang dianggap tidak diperbolehkn oleh syariat, seperti penghimpunan, kecurangan, praktik monopoli, dan segala  jenis hubungan  antara pembeli dan penjual yang tidak halal, penimbuna spekulatif , dan memasukkan penawar tinggi tanpa ada maksud untuk membeli.
Syariat melindungi hak milik dari segala bentuk ekploitasi melalui transaksi-transaksi yang tidak adil, larangan riba, penghapusan gharar , qimar (judi), dan masyur (permainan penipuan)
4.      Larangan bunga
Larangan bunga bukan berdasarkan teori ekonomi formal yang ada tetapi langsung dilarang oleh Tuhan dalam Al-Quran. Secara jelas ayat-ayat Al-Quran melarang melibatkan dengan riba, teatapi tidak mendifinisakan secara detail.
Hukum islam mendorong penerimaan keuntungan tetapi melarang pengenaan bunga, karna bunga sudah ditentuakn terlebih dahulu sebelum terciptanya kegiatan,sehingga adanya bunga tidak akan melihat untung ruginya seorang peminjam.
Syariah menerapkan prinsip bagi hasil maka kondisi besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya jual-beli yang dilakukan. Artinya semakin tinggi transaksi keuntungan yang diperoleh dari jual-beli yang dilakukan maka semakin besar bagi hasil ynag diperoleh , dan begitu pula sebaliknya.
5.      Larangan Gharar
Gharar dapat didefinisikan sebagai sebuah situasi dimana salah satu pihak yang terikat kontrak memiliki informasi mengenai beberapa unsur dari subjek kontrak yang tidak diberikan kepada pihak lain atau dalam hal kedua pihak tidak memiliki subjek dari kontrak tersebut,. Dalam istilah sederhana kharar mengacu pada ketidak pastian yang diciptakna oleh kurangnya informasi dan kontrol dalam kontak, hal ini dianggap sebagai ketidak pedulian terhadap unsur penting dalam sebuah transaksi.
Larangan prilaku spekulatif , sistem keuangan syariah melarang menimbun dan transaksi yang melibatkan ketidak pastian akstrem dan risiko. Islam menjunjung tinggi akan kewajiban kontrak dan pengungkapan informasi , hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko dari informasi yang tidak merata.
Hal ini menjadi subjek yang dipelajari dalam ekonomi islam sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran islam berbeda dari ekonomi konensional . Oleh sebab itu dalam ekonomi islam, hanya pemeluk islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi islam.

B.      DAFTAR PUSTAKA
Arifin ,Zainul, Dasar-dasar manajemen bank syariah, Jakarta , Azkia Publisher, April 2009


Strategi dan Motivasi dalam Perencanaan Pajak

Strategi dan Motvasi dalam Perencanaan Pajak Mata Kuliah : Manajemen Perpajakan Dosen Pengampu : Diyah Probowulan, SE., MM ...